Aku sudah memperhatikannya semenjak aku duduk di kelas 1 SMU. IBu Sari, guru biologi kelas 2. Diantara guru-guru disekolah ini tidak ada yang bisa menandingi kecantikannya. Dalam hati aku menyukai Ibu guru ini. Sering aku menjadi salah tingkah jika tak sengaja berpapasan dengannya. Meskipun usianya menginjak 30 tahun namun hal itu tidak mengubah apa-apa pada dirinya. Ia tidak kalah di banding teman-teman sekelasku. Hal yang kunanti akhirnya tiba juga. Ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan pelajaran biologi di kelas 2.
Aku menjadi gugup ketika tiba giliranku untuk memperkenalkan diriku padanya. Dan tak lama kemudian dia mulai memberikan pelajarannya. Aku memang tidak pernah melakukan hubungan sex sebelumnya, namun aku sudah keranjingan film porno semenjak kelas 1 SMP. Penisku mulai ereksi karena fantasi-fantasi pornoku, dan tentunya objekku adalah IBu Sari. Ketika dia membelakangi kelas, aku membayangkan meremas payudaranya dari belakang, dan pada saat dia membungkuk untuk mengambil penghapus papan tulis aku membayangkan aku sedang melakukan doggie style dengannya.
2 jam pelajaran kulewati tanpa mendapat apa-apa. Aku sibuk dengan fantasiku pada IBu Sari, apalagi semalam aku menonton film porno yang pada salah satu adegannya si wanita mengoral penis si pria sampai berejakulasi didalam mulutnya, kemudian dengan rakus si wanita menelan sperma pria itu. Bibir IBu Sari yang bergerak-gerak menerangkan tentang organisme bersel satu kufantasikan sedang mengulum penisku sehingga hanya kelihatannya saja aku memperhatikan ucapannya, padahal pikiranku saat itu sedang liar. Aku yakin jika IBu Sari bisa mengetahui pikiranku dia akan pingsan karena terkejut.
Selesai pelajaran biologi ada istirahat makan siang. Aku segera menuju ke kamar mandi pria "tempat keramatku". Kubuka ritsletingku, kukeluarkan penisku yang ereksi, kemudia kukocok dengan cepat, tak sampai 2 menit aku sudah berejakulasi. Setelah berejakulasi aku merasa pikiranku menjadi tenang, dan akupun menuju kantin sekolah untuk membeli makanan.
Berikutnya ada pelajaran kimia, kali ini aku masih bisa berkonsentrasi pada pelajaran karena guruku kali in Ibu Lina, usiannya sudah 50 tahun. Dengan cepat 2 jam pelajaran terlewati. Kini sudah saatnya untuk pulang. Namun aku tidak langsung pulang, melainkan aku meminjam catatan biologi milik temanku dan akupun kemudian menyalinnya untuk mengejar ketinggalanku tadi. Aku melihat jam dinding sudah menunjukan jam 2:30 siang. Akupun membereskan buku-bukuku dan bersiap pulang. Akan kulanjutkan dirumah pikirku.
Aku berjalan keluar dari kelasku. Tak sampai beberapa meter aku menghentikan langkahku. Di sebelah kelasku adalah kelas 2c, tidak ada seorangpun disana sedangkan lampunya masih dinyalakan, namun bukan itu yang menarik perhatianku. Tas berwarna hitam yang terletaK diatas meja guru, aku yakin itu adalah milik IBu Sari. Apa dia lupa tasnya? Tanyaku dalam hati. Dengan perlahan aku memasuki kelas itu, kulihat sekeliling untuk memastikan tidak ada seorang pun disana.
Jantungku berdebar kencang ketika aku dengan perlahan membuka tas itu. Seakan tidak percaya pada apa yang ada ditanganku. Itu adalah celana dalam wanita berwarna putih. Aku melihatnya lebih jelas, celana dalam itu nampaknya sedikit lembab, dan segera ada bau aneh yang tercium olehku. Kudekatkan hidungku ke celana dalam itu untuk menghirup lebih bayak bau yang keluar dari celana dalam itu.
"Ngapain kamu disini!"
Dengan cepat aku membalikkan tubuhku. Jantungku seakan berhenti melihat IBu Sari berdiri dihadapanku melotot padaku. Karena terkejutnya tanganku masih menggenggam celana dalam itu. Mulutku terbuka namun tidak dapat berkata apa-apa. IBu Sari melihat tanganku, dia tampak kaget.
"Kamu anak kelas 2b?" tanyanya padaku dengan nada membentak.
"Iya Bu," jawabku dengan suara tercekat.
IBu Sari lalu berjalan mendekatiku dan dengan cepat merebut celana dalam ditanganku, lalu mengambil tasnya dan memasukKan celana dalam itu ke dalam tasnya. Aku terdiam tertunduk, tak tahu apa yang harus aku perbuat.
"Kamu benar-benar kurang ajar," katanya padaku.
Aku terdiam tidak berani membantahnya.
"PPLAAKK!"
Sebuah tamparan keras mendarat dipipiku. Rasanya panas seperti terbakar.
"Maaf Bu," ujarku dengan pelan.
"Kamu bisa dikeluarkan dari sekolah ini kalau saya adukan masalah ini kepada kepala sekolah," ujarnya padaku.
Aku masih terdiam. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku perbuat.
"Ikut saya ke kantor," kata IBu Sari padaku.
"Jangan Bu.. Saya minta maaf Bu," ujarku padanya.
Dia tidak menghiraukan perkataanku. Tangannya menarik tanganku.
"Jangan Bu, jangan laporkan saya.. Hukum saja saya Bu," kataku padanya.
"Dihukum? Kamu kira kamu cukup dihukum?" ujarnya dengan marah.
Aku terdiam, mataku sudah berkaca-kaca menahan air mata. Aku tidak ingin dilaporkan ke kepala sekolah. Pasti orang tuaku akan dipanggil kesekolah lalu diberitahu perbuatanku, terlebih lagi aku tidak ingin dikeluarkan dari sekolah.
"PPLLAAKK!!"
Kembali IBu Sari menampar pipiku dengan keras. Kepalaku terasa berdenyut-denyut akibat tamparannya.
"JAWABB!!" teriak IBu Sari di depan wajahku.
Tanpa bisa kutahan aku mulai menagis. Air mata mengalir deras dipipiku. Aku masih terdiam tertunduk sesaat, lalu.
"Tolong Bu jangan laporkan saya.. Saya mau dihukum apa saja Bu asal jangan laporkan saya," aku berkata sambil menagis terisak.
Kami terdiam sesaat.
"Kamu mau dihukum apa saja?" tanya IBu Sari dengan pelan.
"I.. Iya Bu saya mau," ujarku dengan cepat melihat ada kesempatan.
IBu Sari terdiam, seperti sedang berpikir.
"Besok jam 8 pagi datang ke sekolah, tunggu di depan pagar," ujarnya padaku.
"Baik Bu," jawabku tanpa berpikir panjang.
IBu Sari segera berjalan keluar. Aku menarik nafas panjang, bersyukur tidak terjadi sesuatu yang kutakutkan. Aku terdiam sesaat dikelas mencoba menenangkan jantungku yang masih berdebar kencang. Sesudah itu aku beranjak pulang. Aku masih menyempatkan melihat parkiran. Tidak ada mobil IBu Sari disana, berarti dia tidak melaporkan perbuatanku pada kepala sekolah. Dengan tenang aku melangkah pulang.
Aku terpaksa mengorbankan kegiatanku pada hari minggu pagi ini. Aku biasa bermain bola pada hari minggu pagi jam 8, namun tentu saja aku tidak akan melanggar janjiku pada IBu Sari. Kurang sepuluh menit aku sudah menunggu dipagar sekolah. Aku mengenakan kemeja dan celana jeans berwarna biru tua. Semalaman aku susah tidur membayangkan apa kira-kira hukuman yang akan diberikan IBu Sari padaku.
Aku berpikir mungkin aku akan dihukum menulis, atau menyalin buku catatan, atau yang lebih parah lagi aku dihukum membersihkan rumahnya. Aku masih bisa tersenyum membayangkan hal-hal itu. Aku merasa sudah sekitar 10 menit menunggu disitu. Dan benar saja tak lama kemudian aku melihat mobil katana perlahan berhenti di depanku. Aku tahu itu mobil IBu Sari, namun aku tidak langsung menghampirinya. Lalu pintu mobil di bagian penumpang terbuka, seakan menyuruhku masuk, akupun menghampirinya. Aku melihat IBu Sari duduk dikemudi.
"Naik," perintahnya.
Kami sama sekali tidak bicara apa-apa, sesekali aku mencuri lihat ke arah IBu Sari. Dia tampak lain sekali hari ini pikirku. IBu Sari mengenakan kaos berwarna kuning dan celana pendek berwarna coklat. Berbeda sekali dengan waktu biasa mengajar dimana dia mengenakan setelah jas dan rok formal.
"Nama kamu Indra?" tanya IBu Sari dengan tiba-tiba.
"Iya Bu," jawabku.
Lalu kami kembali terdiam. Tak lama kemudian kami sampai di depan sebuah rumah. Dia menghentikan mobilnya lalu turun. Aku juga segera mengikutinya. Tanpa bicara IBu Sari membuka pintu rumah itu lalu menyuruhku masuk. Dengan tidak berbicara aku masuk mengikutinya. IBu Sari memberiku isyarat agar aku mengikutinya. Dia membawaku masuk kedapur.
"Cuci piring-piring itu, awas kalau sampai ada yang pecah," IBu Sari berkata demikian sambil menunjuk ketumpukan piring kotor.
"Saya beri kamu waktu setengah jam, harus sudah selesai," ujarnya lagi.
"Baik Bu," jawabku.
"Oh ya.. Pakai ini," kata Bu Sari sambil melemparkan sebuah kain kepadaku.
Aku menangkapnya, tampaknya itu sebuah celemek. Tanpa bicara aku segera memakainya, sebenarnya aku enggan karena hal itu membuatku malu. Aku terlihat seperti pelayan, namun aku tidak berani berkata apapun, takut nanti IBu Sari berubah pikiran. Hukuman ini tidak seberapa jika di bandingkan dikeluarkan dari sekolah pikirku. IBu Sari lalu membantu mengikatkan tali dipunggunku. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh pada saat IBu Sari tersenyum melihat aku mengenakan celemek itu. Dia lalu beranjak pergi meninggalkanku. Dan langsung saja aku memulai pekerjaanku.
IBu Sari tampaknya keluar dari rumah, karena aku mendengar suara pintu yang dibuka, tapi nampaknya ia tidak menggunakan mobilnya. Aku segera menghentikan pikiranku dan mulai mengerjakan mencuci piring-piring kotor itu. Sebenarnya piring-piring itu tidak banyak, namun karena aku tidak pernah mencuci piring sebelumnya ditambah aku ingin IBu Sari puas akan pekerjaanku makan membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk menyelesaikannya. Ketika tinggal satu piring lagi tersisa aku mendengar suara pintu dibuka, lalu aku juga mendengar pintu itu dikunci. Agak heran juga aku akan perbuatan IBu Sari. Aku mendengar langkah sepatu, ketika aku menoleh aku melihat IBu Sari. Tampaknya ia sehabis olah raga. Keringat mengalir deras ditubuhnya, tangannya mengipas-ngipas wajahnya.
"Tinggal satu Bu," kataku padanya.
"Bagus," jawabnya
"Kalau sudah selesai kamu bilang pada Ibu ya," katanya dengan lembut.
Mendengar perkataanya aku makin semangat menyelesaikan pekerjaanku. Bahkan aku sempat berpikir yang tidak-tidak melihat IBu Sari yang tubuhnya penuh keringat itu. Tak lama akupun menyelesaikannya. Aku berjalan menuju IBu Sari yang sedang duduk di sofa sambil menonton acara TV.
"Sudah Bu," kataku padanya.
"Benar sudah semua?" tanyanya memastikan.
"Iya Bu," jawabku.
"Bagus, sini ikut Ibu," katanya padaku sambil berdiri.
Aku berjalan mengikuti dibelakangnya. Dia membawaku kekamar, sepertinya itu adalah kamarnya karena itu merupakan kamar satu-satunya di rumah ini. Tampaknya IBu Sari tinggal sendirian dirumah ini. Aku segera berpikir yang tidak-tidak ketika memasuki ruangan itu. Tanpa kusadari penisku mulai menegang karena fantasiku. Ruang kamar tidur itu luas sekali, didalamnya ada kamar mandi yang pintunya hanya berupa kain plastik yang bisa digeser seperti diruang untuk mencoba baju di mal-mal.
Ada satu hal yang menarik perhatianku, ruangan ini tidak seperti ruangan wanita yang pada umunya rapi. Ruangan ini berantakan. Ada baju kotor dimana-mana. Aku berpikir pastilah aku disuruh membersihkan ruangan ini.
"Besok saya akan melaporkan perbuatan kamu pada kepala sekolah," kata IBu Sari padaku.
Aku terkejut mendengar perkataannya. Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya.
"Tapi Bu.," kataku padanya.
"Diam!" bentaknya dengan marah.
"Tapi Ibu bilang..,"
"PPLLAKK!!" Sebuah tamparan keras mengenai pipiku.
"Diam!" bentaknya lagi.
Aku terdiam sambil tanganku mengusap-usap pipiku yang panas.
"Perbuatan kamu kemarin benar-benar kurang ajar, tidak ada hukuman yang sebanding dengan perbuatanmu," katanya padaku.
Dia terdiam sejenak.
"Sekarang kamu pulang!" katanya padaku.
"Saya bersedia dihukum apa saja Bu" kataku padanya dengan cepat.
Dia kembali terdiam, tampaknya sedang menimbang-nimbang perkataanku.
"Apa saja?" tanyanya.
"Iya Bu apa saja," jawabku yakin.
"Baik mulai sekarang kamu lakukan apa yang Ibu suruh, jangan sekali-kali melawan," katanya padaku.
"Baik Bu," jawabku sedikit kesal.
Aku melihatnya tersenyum padaku. Aku menatap matanya seakan menunggku apa yang akan dia perintahkan padaku.
"Kebelakangkan tangan kamu," katanya padaku.
Aku menuruti perintahnya meskipun aku heran sekali mendengar perkataannya. IBu Sari berjalan kebelakangku dan tangannya dengan lembut memegang kedua tanganku yang terletak dibelakang. Jantungku berdetak cepat merasakan tangan lembutnya memegang tanganku, bahkan tangan Bu Sari yang lain meremas-remas pantatku. Aku merasa terkejut dan tidak nyaman dengan perlakuannya, namun aku tidak berani berkata apa-apa. Meskipun IBu Sari dibelakangku aku dapat merasakan dia sedang mengerjakan sesuatu dibelakangku. Aku tidak berani menoleh kebelakang karena aku tahu IBu Sari bisa sewaktu-waktu berubah pikiran, maka itu sekarang ini aku lebih baik tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkannya.
Dengan cepat IBu Sari selesai mengikat kedua tanganku. Ketika aku sadar apa yang terjadi padaku aku memberanikan diri melihat apa yang terjadi padaku. Aku melihat kedua tanganku diikat dengan sesuatu, tampaknya itu adalah sebuah BH berwarna putih. Aku mencoba menggerakan kedua tanganku, tapi nampaknya IBu Sari mengikat dengan benar-benar kuat
Terkejut dengan keadaanku, dengan cepat aku membalikkan badanku sehingga berhadapan dengannya. Sebuah tamparan keras mengenai wajahku sesaat sebelum aku mengucapkan sesuatu. Kali ini IBu Sari menampar dengan sekuat tenaganya. Tidak siap akan hal itu akupun kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab dilantai.
"DIAM! Jangan banyak bicara," bentaknya padaku.
Aku telungkup di lantai. Kukejap-kejapkan mataku mengusir cahaya kelap-kelip. Aku merasakan sesuau menindih tubuhku, tampaknya itu adalah tubuh IBu Sari. Tangannya melepas tali pada celemek yang sejak tadi masih aku kenakan. Lalu dia membalikkan tubuhku. Tangannya bekerja dengan cepat melepas ikat pinggangku. Selama dia melakukannya aku tidak berbicara apa-apa. Jika tadi aku takut dia akan melaporkanku, kini aku takut jika dia kembali menamparku. Tamparannya benar-benar keras, sampai sekarang aku masih merasakan pipiku panas terbakar dan kepalaku berdenyut-denyut karenanya.
IBu Sari mencoba mengikat kakiku dengan ikat pinggang yang berhasil dilepasakannya dari celanaku. Aku mencoba memberontak setelah mengetahui apa yang akan dilakukannya namun terlambat, dia sudah mengikat dengan kuat kedua kakiku. Dia melibat kedua kakiku dengan ikat pinggangku lalu menguncinya.
"Bu kenapa?" aku ingin bertanya banyak hal namun cuma itu yang keluar dari mulutku.
"DIAM!" bentaknya.
Kemudian dia melakukan sesuatu yang tidak terduga. Dia melepaskan celana pendeknya lalu masih tetap di hadapanku dia melepaskan celana dalamnya juga. Dengan tanpa halangan aku dapat melihat vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Dengan cepat dia melepaskan tali pada celana pendeknya lalu dia membawa tali itu bersama dengan celana dalamnya ke arahku. Penisku dengan cepat menegang melihat pemandangan di depanku itu. Dengan tangannya IBu Sari menjepit hidungku dengan pelan. Untuk menghirup udara aku membuka mulutku dan pada saat itulah tangannya mencengkram pipiku, kemudian dengan kasarnya dia memasukkan celana dalam yang bekas dipakainya itu ke dalam mulutku. Dia menekan-nekan celana dalam itu dengan keras sehingga membuatku hampit tersedak. Tidak hanya sampai disana, setelah celana dalam itu masuk seluruhnya dalam mulutku dia mengikatkan tali yang tadi dibawanya melingkari mulutku yang tersumpal celana dalam itu lalu mengikatnya. Kini meskipun aku berusaha sekuat tenagaku aku tidak bisa mengeluarkan celana dalam itu dari mulutku.
Setelah sesaat aku baru merasakan rasa asin dimulutku. Aku yakin asalnya dari celana dalam itu. Aku memang tidak pernah merasakan cairan wanita, namun dari artikel yang pernah kubaca, cairan itu berasa asin. Dengan puas IBu Sari melihat hasil pekerjaannya pada diriku. Melihat hasil pekerjaannya yang cepat pastilah hal ini sudah direncanakannya. Aku terbaring tak berdaya. Kedua tanganku terikat dengan kuat, demikian pula dengan kakiku. Mulutku tersumbat penuh oleh celana dalam miliknya.
Kancing kemejaku sudah dilepaskan semua olehnya. Dada telanjangku terpampang dengan jelas. IBu Sari tidak berhenti sampai disana. Tangannya dengan cepat membuka kancing celana jeans yang kukenakan, membuka retsletingnya lalu dengan cepat memelorotkan celana itu sampai kelututku. Kini praktis tinggal celana dalam berwarna hitam yang masih menutupi tubuhku. Penisku yang tegang tercetak jelas disana. IBu Sari melihatnya dengan pandangan mengejek ke arahku. Dengan sekali tarik celana dalam itu merosot sampai ke lututku. Aku berusaha menggerakkan tubuhku kesamping untuk menutupi ketelanjanganku. Aku malu sekali akan keadaanku sekarang apa lagi di hadapanku adalah IBu Sari, guru yang kusukai.. Dulu.
IBu Sari dengan santainya menahan pinggulku dengan telapak kakinya, praktis aku sudah tidak bisa bergerak lagi. Perlahan telapak kaki IBu Sari bergerak ke arah penisku yang tegang. Dengan lembut dia mengusap-usap penisku dengan kakinya, lalu kakinya perlahan bergerak ke testisku. Dengan jari-jari kakinya dia memainkan testisku.
Aku menatapnya seakan tidak percaya bahwa dia adalah IBu Sari yang selama ini kukenal. Aku merasa sakit oleh karena perbuatannya, namun yang lebih kurasakan adalah rasa malu.
"Enak ya?" katanya padaku sambil tersenyum.
"Mpphh.. Mpphh," aku berusaha mengatakan sesuatu namun sumpal dimulutku tidak memungkinkan aku untuk mengeluarkan suara yang bisa dimengerti.
IBu Sari berjalan menujuku sampai berada dekat sekali denganku. Dengan perlahan dilepaskannya kaos yang dikenakannya. Aku melihat dia mengenakan BH warna hitam. Tak sampai disana dia juga melepaskan BH itu. Di hadapanku IBu Sari telanjang bulat, hanya sepatu kets warna putih dan kaos kaki yang masih dikenakannya. Aku dapat melihat tubuhnya yang berkilat akibat keringat yang mengalir deras ditubuhnya.
Suatu pemandangan yang sebelumnya kuanggap mustahil kulihat dikenyataan. IBu Sari belum pernah menikah, maka itu tubuhnya masih langsing di usiannya. Ukuran buah dadanya juga sempurna dengan tubuhnya. Tangannya membawa BH yang tadi dilepaskannya ke arah wajahku. Dia menggunakan benda tersebut untuk menutup mataku lalu mengikatnya dibelakang kepalaku. Pandanganku hampir seluruhnya tertutup oleh BH itu, hanya bagian sudut mataku saja yang masih bisa melihat, itupun terbatas.
Aku tidak mengerti apa yang terjadi padaku, apakah IBu Sari demikian mendendamnya padaku akibat perbuatanku waktu itu. Aku merasakan ada tangan yang mencengkram rambutku.
"Bangun kamu ******!" bentak IBu Sari.
Sebenarnya aku tidak mempunyai keinginan untuk membantah perkataannya, namun ikatan ditanganku terlebih di kakiku tidak memungkinkanku untuk dapat berdiri.
"Mp.. MMm.. PPHhH.." aku mencoba menjelaskan pada IBu Sari.
"PPLLAAKK!!" sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.
"BANGUN!!" bentaknya keras.
Dengan segenap tenaga aku berusaha untuk bangun, akhirnya setelah dibantu oleh IBu Sari akhirnya aku bisa berdiri. Dengan kasar IBu Sari mencengkram penisku yang tegang, dapat kurasakan kuku-kukunya mengenai permukaan kulit penisku. Dengan mencengkram penisku IBu Sari memaksaku untuk berjalan mengikutinya. Tentu saja ikatan pada kakiku tidak memungkinkanku untuk bergerak dengan leluasa. Dengan terseok-seok aku mengikuti langkah IBu Sari. Untung saja ia tidak membawaku jauh, aku hanya merasa berjalan beberapa langkah. Dengan tiba-tiba tubuhku didorongnya hingga terhuyung kebelakang. Aku merasa terkejut dan bersiap-siap untuk jatuh ke lantai.
Ternyata aku tidak terjatuh ke lantai, melainkan ke ranjang. Dengan susah payah IBu Sari membuat tubuhku berada di tengah-tengah ranjang itu. Karena perbuatannya penutup mataku bergeser sedikit. IBu Sari menyadarinya lalu kembali membetulkan letak BH itu. Sesaat aku terdiam dalam posisi tersebut. Aku tidak tahu apa rencana IBu Sari padaku, maka itu aku diam saja tidak bergerak.
"CCTTAARR!"
Tubuhku tersentak kaget. Aku merasakan perih pada pahaku.
"CCTTAARR!"
"CCTTAARR!"
"CCTTAARR!"
Bertubi-tubi aku merasakan perih pada tubuhku. Aku tidak tahu apa yang digunakan IBu Sari untuk mencambukiku. Aku berusaha berguling-guling untuk menghindari pukulannya. IBu Sari tidak peduli, dia terus mencambukiku dengan sangat keras. Hingga akhirnya aku terpojok pada sudut ruangan itu. Dan aku pun menjadi bulan-bulanannya. Dia terus mencambukiku sampai sekitar 30 kali baru berhenti. Entah karena dia kelelahan atau apa, yang pasti aku sangat lega dia menghentikan mencambukiku. Hampir seluruh tubuhku terkena pukulannya. Rasa perih dan panas berdenyut-denyut di seluruh tubuhku.
Aku dapat merasakan ikatan kakiku dibuka olehnya, "Jika kamu berani bertindak bodoh siap-siap saja terima hukuman lagi" ancamnya padaku. Setelah itu dengan cepat dia melepaskan celana jeans dan juga celana dalamku. IBu Sari menjambakku dan menarikku untuk mengikutinya.
Aku dapat merasakan kakiku menginjak lantai yang basah, sepertinya IBu Sari membawaku ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Aku didorongnya hingga terjerembab di lantai kamar mandi itu. IBu Sari kemudian menyiramku dengan air. Setelah tubuhku basah semua, dia kembali mencambukiku. Aku berguling-guling di lantai kamar mandi itu untuk menghindari pukulannya. Perbuatanku tampaknya makin membuat IBu Sari berang.
"*******! Dasar ****** tidak tahu diri!" bentaknya keras padaku.
Tidak pernah kubayangkan IBu Sari bisa berkata seperti itu. Aku mencoba untuk berdiri, namun tangan IBu Sari menjambak rambutku dan kembali menghempaskan aku ke lantai. Aku terjatuh teletang di lantai.
"BUKK!"
Sebuah tendangan mendarat tepat di perutku. Aku terbatuk-batuk, namun karena mulutku tersumbat akibatnya malah aku tersedak. Jika saja tidak ada sumpal di mulutku aku pasti sudah memuntahkan isi perutku.
"Pelajaran buat kamu.. Jangan pernah mencoba melawan.. Mengerti?" kata IBu Sari padaku. Salah satu kakinya menekan testisku.
Home »
» KISAH SEORANG GURU BIOLOGI ( PART 1 )
0 comments:
Post a Comment